Kemarin siang (3/2) kembali terjadi demo rusuh bin anarkis yang mencoreng muka mahasiswa yang terhormat. Bagaimana tidak, demo tentang penuntutan pemekaran propinsi Tapanuli berujung dengan meninggalnya Abdul Aziz Angkat, Ketua DPRD Sumut yang baru menjabat selama 2 bulan. Tidak itu saja, Masyarakat Tapanuli yang notabenenya sebagian besar adalah muslim juga mencoreng Islam sebagai tuntunan hidup yang mengarah kepada kekerasan dan anarkisme.
Tentang kejadian di TKP bisa teman-teman lihat di media massa online manapun. Sekarang kita membahas tentang apakah demokrasi itu masih relevan diterapkan di Indonesia yang masyarakatnya sudah kurang menghormati perbedaan pendapat dan aturan. Salah satu media massa online (okezone.com) pun menyebutkan bahwa para pendemo tersebut menganggap demo tanpa rusuh itu bukan demo...Doktrin macam apa yang telah dibawa demokrasi dan reformasi kepada rakyat kita.
Aku pikir demokrasi di Indonesia sudah kelewat batas. Bahkan tidak ada pendidikan demokrasi untuk rakyat yang seharusnya dibawakan oleh para calon pemimpin dan juga media massa sebagai salah satu pilar demokrasi di Indonesia. Sudah saatnya kita kembali ke harfiah dari demokrasi itu sendiri, yaitu kebebasan berpendapat yang dibatasi oleh rasa tanggung jawab, saling menghormati antara elit politik dengan rakyat, serta rasa cinta kepada bangsa Indonesia.
Tanya kenapa?!
Labels:
Perspektif
Subscribe to:
Post Comments (Atom)