Judul buku : Prophetic Learning
Penulis : Dwi Budiyanto
Penerbit : Pro-U Media
Tebal : 268 halaman







"Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi!" demikian kata Imam Malik. Bukanlah guru yang terbaik yang mampu membuat kita cerdas. Juga bukanlah sekolah terbaik yang akan membuat kita menguasai segala macam ilmu. Namun yang mampu mencerdaskan kita adalah usaha diri kita sendiri. Buku ini mengajak kita untuk memperbaiki cara belajar kita dengan cara belajar profetik (Prophetic Learning). Bahwa kecerdasan berawal dari kemauan tinggi dari diri sendiri akan ilmu. Dengan mencontoh generasi salafus saleh (generasi yang terdekat dengan generasi Rasulullah) buku ini mengajak kita untuk menjadi pribadi Muslim yang cerdas, berkemauan tinggi dalam menuntut ilmu, dan juga bermanfaat untuk umat.

Generasi Pembelajar Sejati
Seperti yang kita lihat sekarang, banyak anak yang sudah bersekolah di sekolah favorit, guru-guru yang ilmunya luas, serta perpustakaan yang lengkap, namun masih saja mereka malas untuk belajar. Lalu bagaimana caranya memunculkan semangat untuk belajar? Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai cara belajar Prophetic Learning, Dwi Budiyanto mengajak kita untuk mengetahui bagaimana semangat menuntut ilmu para generasi salafus saleh (generasi yang paling dekat dengan generasi Rasulullah SAW) dahulu sehingga bisa mencapai The Golden Age of Science pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid dan Al-Ma'mun sekitar tahun 800 M. Pemuda-pemuda kala itu rela begadang, menunggui gurunya ketika tidur siang, bahkan merantau demi mendapatkan ilmu. Sehingga tidak heran bagaimana cemburunya orang-orang kafir nan zalim kepada kaum Muslimin kala itu dan serta merta menghapus sejarah kecemerlangan Islam. Sehinga dapat kita lihat perbedaannya dengan generasi sekarang adalah tidak adanya motivasi yang benar dalam menuntut ilmu. Menurut Dwi Budianto, generasi pembelajar sekarang memiliki mental seorang buruh. Setelah menyelesaikan proses pendidikan, selanjutnya ya bekerja. Dan doktrin ini pun turut ditanamkan oleh sebagian besar orang tua di negeri kita.

Sayyid Quthb menjelaskan mengapa generasi pertama Islam tersebut mampu berkembang dengan pesat dan segera memimpin peradaban dunia. Beliau menjelaskan bahwa mereka (generasi salafus saleh) bersemangat dalam belajar sekaligus berlomba-lomba untuk mengamalkannya. Dari sini didapat kesimpulan bahwa proses belajar tidak semata-mata hanya untuk mendapatkan ilmu semata, namun harus diikuti dengan mengamalkan ilmu yang telah didapat. Misal kita telah menguasai ilmu kedokteran, maka langkah selanjutnya adalah menjalani profesi sebagai dokter bukan semata-mata karena doktrin "habis kuliah ya langsung kerja" namun dilandasi niat untuk mengamalkan ilmu yang telah didapat demi kemaslahatan umat. Maka profesi yang dijalankan bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan duniawi, tetapi juga untuk mendapatkan ridho Ilahi.

Belajarlah semata-mata mengharapkan ridha dari Allah azza wa' jalla. Kita tentu masih ingat 3 amalan yang tidak akan terputus walaupun seorang manusia telah meninggalkan dunia. Yaitu sedekah Jariyah, anak saleh yang mendoakannya, dan ilmu yang bermanfaat. Keberkahan dari ilmu yang kita dapat berawal dari motivasi yang ikhlas, hanya mengharap keridhaan Allah semata, bukannya hanya demi mendapat ijazah untuk mencari pekerjaan.

Sehingga secara garis besar, dapat kita ambil beberapa poin penting menuntut ilmu dalam Islam. Yang pertama adalah motivasi yang ikhlas, kedua adalah belajar dengan sebaik-baiknya, kemudian yang terakhir adalah pemanfaatan hasil belajar dengan tepat (mengamalkan ilmu). Dengan mengikuti ketiga poin di atas Insya Allah usaha kita menuntut ilmu sejak kecil sampai masa dewasa akan beroleh berkah dan keridhaan dari Allah semata. Wallahu a'lam.

Kemudian kiat-kiat apa yang dapat kita lakukan untuk mengerjakan ketiga poin di atas? Di bawah akan dijabarkan 4 dimensi kecerdasan seorang Muslim pembelajar yang disarikan dari berbagai hadits, sejarah generasi salaf dan kitab-kitab para alim ulama.

4 Dimensi Kecerdasan Seorang Muslim
Untuk mendapatkan kecerdasan seorang Muslim Pembelajar Sejati, kita perlu mengetahui apa saja yang harus dilakukan. Dwi Budianto kemudian membaginya menjadi 4 dimensi, yaitu (1) penataan diri, (2) menjadi guru, (3) berjamaah atau bersinergi, dan (4) berkontribusi untuk umat. 4 dimensi ini merupakan kesimpulan yang diambil dari cara belajar seorang pembelajar dari generasi salaf.

Cerdas dengan Menata Diri
Untuk membiasakan diri menjadi Muslim Pembelajar Sejati, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah membentuk pikiran. Seorang pemuda tidak akan siap menjadi seorang pembelajar sejati tanpa didahului dengan penataan pikiran. Innamal a'malu binniyat, setiap tindakan harus selalu dimulai dengan niat yang baik. Begitu juga pada langkah pertama ini, pola pikir yang terbentuk akan menjadi motivasi utama dalam proses belajar berbagai macam ilmu. Berusaha memantaskan diri untuk mendapatkan ilmu dari Allah SWT.

Menata Pikiran
Teknik belajar sebagus apapun tidak akan menghantarkan kita sukses dalam menuntut ilmu. Karena mungkin ada pikiran-pikiran yang menghalangi kita menuntaskan teknik-teknik tersebut. Ya, pikiran negatif adalah penentu kegagalan setiap usaha apapun. Kita sering mendengar keluhan mengapa seorang siswa yang juara olimpiade dan selalu juara 1 di kelas bisa tidak lulus ujian akhir sekolah. Salah satu faktornya adalah ketakutan akan kegagalan. Siswa tersebut sudah diliputi pikiran negatif takut tidak lulus ujian dan harus mengulang ujian lagi. Dwi Budiyanto mengambil kisah dari buku Jaddid Hayataka karya Dr. Muhammad al-Ghazali, kisah tentang Rasulullah ketika membesuk seorang penduduk Arab yang sedang sakit. Di situ dikisahkan pada saat itu penduduk yang tengah kesakitan tersebut merasa bahwa penyakit yang dideritanya akan membawanya kepada kematian. Seketika itu juga Rasulullah menjawab "Ya sudah kalau begitu, akan demikianlah jadinya!". Kita tentu ingat bahwa Allah selalu mengikuti prasangka hambanya. Apabila kita merasa mampu, maka Allah akan menunjukkan jalannya. Jika kita merasa tidak mampu, maka sampai kapanpun kita tidak akan mampu.

Ada 4 hal yang harus dilakukan, yang pertama adalah eliminasi, di sini pola pikir negatif dan pesimistis perlu dihilangkan. Dari hadits yang diriwayatkan Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda "Berkemauan keraslah terhadap sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi kamu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah merasa tidak mampu". Hadits ini memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk senantiasa memiliki kemauan yang kuat (iradah) dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif yang selalu menghinggap di kepala kita. Ketika kita memiliki pikiran negatif, maka jadilah pikiran tersebut membentuk mental kita menjadi lemah dan selalu merasa tidak bisa.

Ketika rasa malas, merasa bodoh dan tidak mampu hinggap di pikiran, cobalah untuk meluangkan waktu sejenak untuk menyendiri, bertafakur dan berbicara dengan kalbu. Rasulullah SAW bersabda, "Mintalah fatwa pada hatimu, walau orang memberi fatwa kepadamu. Sekali lagi, walau orang memberi fatwa kepadamu." Sekali lagi ketika rasa malas, bodoh dan tidak mampu hinggap di pikiran tanyakanlah pada diri sendiri apakah keadaan seperti itu membuat diri kita rasa nyaman? Dalam kalbu setiap mukmin seorang pemberontak. Memberontak ketika kita sedang melakukan perbuatan buruk karena sebenarnya kita mengetahui mana yang benar dan mana yang buruk. Imam Syafi'I selalu meluangkan waktu melakukan mabit di masjid ketika rasa malas dan sedang "mentok" tidak mendapat ilham ketika sedang menyusun kitab. Silahkan cari cara sendiri bagaimana berbicara dengan suara hati kita.

Hal kedua yang harus dilakukan adalah substitusi. Setelah mengosongkan pikiran dari pikiran-pikiran yang buruk, maka kita harus mengisinya kembali dengan pikiran-pikiran yang positif dan motivasi yang benar. Kegiatan ini mirip ketika kita melihat seseorang yang akan memberikan pidato dan saat itu dia merasa gugup menghadapi audiens. Berulang-kali dia mengatakan sesuatu kepada diri sendiri seperti "Saya pasti bisa!", "Saya tidak boleh gugup!" dan semacamnya. Kegiatan ini sering disebut dengn afirmasi positif.

Yang ketiga adalah visualisasi atau imajinasi. Suatu bentuk usaha kita untuk membuat gambaran nyata tentang keinginan-keinginan kita. Dengan memvisualisasikan cita-cita, maka akan mendorong munculnya hasrat dan semangat untuk meraih cita-cita. Pikiran-pikiran tentang kekurangan diri akan terhapus oleh mimpi-mimpi yang seakan sudah di depan mata. Kekuatan visualisasi berusaha mencitrakan diri kita seakan-akan benar-benar melihat cita-cita kita tersebut.

Berbeda dengan berkhayal. Perbedaannya terletak pada rasionalitas imajinasi yang terbentuk. Seseorang yang berkhayal tidak akan membangkitkan jiwa untuk segera bertindak, namun justru menimbulkan rasa malas, karena imajinasinya tidak rasional, tidak terstruktur dan justru merupakan gambaran pelarian diri dari kenyataan yang ada. Sedangkan visualisasi cita-cita berpijak atas dasar rasionalitas. Seseorang yang memiliki visualisasi atas cita-citanya sangat yakin akan mencapainya dan segera bertindak untuk mewujudkan cita-citanya tersebut.

Satu hal lagi yang tak boleh dilupakan adalah berdoa. Tiada tempat yang lebih pantas untuk kita memohon kecuali Allah SWT. Doa yang dilakukan dengan khusyuk dan keyakinan bahwa doanya terkabul akan membangkitkan motivasi dan optimisme. Pijakan utamanya adalah bahwa tiada sesuatu yang terjadi di dunia ini selain atas ijin Allah. Sangat mudah bagi Allah menciptakan sesuatu, tinggal Kun Faya Kun maka jadilah. Seperti yang saya sebutkan di atas bahwa Allah selalu mengikuti prasangka hambanya, maka berpikiranlah yang positif. Dengan dilandasi keyakinan bahwa segalanya akan terkabul atas bantuan dan ijin Allah SWT.

Menata Mental
Keberhasilan kita melakukan sesuatu salah satunya juga ditentukan oleh mental. Sebelumnya sudah dijelaskan bagaimana menjadi cerdas dengan menata pikiran. Selanjutnya setelah pikiran kita terarah kita perlu melatih mental kita supaya tidak mudah malas dan menyerah pada keadaan serta keberanian dalam bertindak. Bisa saja setelah melatih pikiran, sesudah tumbuh semangat, kemudian karena suatu sebab semangat itu luntur. Oleh karena itu perlu melatih mental sekeras baja.

Langkah pertama adalah menimbulkan kemauan (al-iradah) yang kuat. Kemauan merupakan modal utama seorang muslim dalam beramal, termasuk dalam hal belajar. Dengan kemauan yang membara, seseorang akan menggapai kesuksesan dengan baik. Mereka selalu mendapat dorongan untuk terus belajar dan berkarya. Tanpa merasa letih atau bosan sedikitpun. Mereka juga tidak mudah mengikuti nafsu untuk bermalas-malasan atau menunda-nunda pekerjaan.

Banyak di antara para pelajar masa kini yang ingin serba instan. Melakukan usaha yang minimal namun menginginkan hasil yang maksimal. Akhirnya mereka melakukan hal-hal tak terpuji seperti mencontek, membolos kuliah, dan sekolah hanya berorientasi pada ijazah. Padahal sungguh sia-sia waktu yang dihabiskan di masa menimba ilmu tersebut. Akhirnya pola pikir seperti itu terbawa sampai di masa dewasa ketika sudah merasakan kehidupan mandiri.

Setelah timbul kemauan, maka kita butuh sesuatu untuk memperkuat semangat dan motivasi yang sudah ada tersebut. Kita menyebutnya sebagai efikasi diri. Efikasi diri merupakan keinginan kuat untuk sukses, yang muncul dari keyakinan diri. Kata lain dari efikasi diri ini adalah percaya diri. Rasulullah dalam hadits riwayat Bukhari melarang kita untuk merasa tidak mampu. Rasulullah menyeru kepada kita untuk menjadi seorang yang kuat dan percaya diri. Setiap orang yang ingin sukses harus mampu melakukan penguatan diri.

Ketika kita menganggap suatu materi itu susah untuk dipelajari, maka kita takkan mampu menguasai materi tersebut. Oleh karena itu kita harus mampu melakukan penguatan. Bagaimana caranya? Motivasi dan penguatan yang terbaik tak lain datang dari diri sendiri. Seseorang yang mampu melakukan penguatan dari dalam dirinya sendiri akan mampu melejitkan kemampuannya secara dahsyat.

Sabar dalam menuntut ilmu akan memberikan daya tahan diri untuk tetap istiqomah walaupun kesulitan menghadang. Ketika kita memahami kata sabar adalah kata kerja, maka bentuknya adalah ketekunan dalam belajar dan mencari ilmu. Ilmu hanya akan didapat dengan ketekunan dan kegigihan. Jadikanlah setiap halangan dalam belajar itu adalah suatu ujian dari Allah SWT agar menempa mental kita menjadi lebih dewasa dan tabah.

Tidak jarang kita mengeluhkan fasilitas belajar di kampus kurang, sehingga membuat kita malas belajar dan berprestasi. Padahal seharusnya kekurangan-kekurangan tersebut mampu membuat kita lebih giat belajar dan berprestasi lebih. Yang harus kita sadari adalah sarana belajar hanya sebagai pelengkap. Penentu keberhasilan belajar kita tetap ada pada semangat dan motivasi kita untuk menuntut ilmu.

Seringkali kita juga kesulitan dalam memahami suatu materi belajar. Karena tidak sabaran dan ingin instan, maka cara licik pun dilakukan supaya bisa lulus ujian. Kita patut meniru para generasi salaf yang menginginkan pemahaman lebih ketika belajar. Mereka tidak puas hanya dengan pemahaman yang didapat dari salah satu sumber. Mereka akan mencari guru lain atau sumber lain untuk mendapatkan pemahaman yang lebih.

Kesabaran merupakan mekanisme membentuk mental agar kita tidak tumbuh serba instan, tetapi agar kita menjadi matang secara alamiah. Belajar sebagai aktivitas harus didukung oleh kesabaran yang baik. Kita tentu sudah mengetahui hampir seluruh penemuan spektakuler di dunia dihasilkan dari perpaduan antara kecerdasan dengan kesabaran. Prestasi lahir dari kemampuan kita bertahan dari segala cobaan.

Setiap belajar yang kita butuhkan pasti tempat yang nyaman untuk belajar. Ada yang merasa nyaman belajar di tempat yang sunyi, atau juga bersama-sama dengan teman.

Langkah pertama adalah spiritual learning. Intinya terletak pada bagaimana cara kita mempertajam kulitas ruhiyah kita dalam belajar. Seperti yang sudah dijelaskan di depan bahwa dengan berdoa, mendekatkan diri kepada Allah SWT akan memberika energi positif dan juga motivasi untuk belajar. Juga membuka pertolongan Allah untuk membuka jalan kepahaman dalam proses belajar kita. Dengan ciri ini juga memberikan kenyamanan kepada kita, juga menjernihkan jiwa dan pikiran. Menajamkan ruhiyah dapat dilakukan dengan memperbanyak ibadah, mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ketenangan jiwa dan pikiran akan mempermudah pemahaman.

Yang kedua adalah menggairahkan otak. Zona nyaman dapat diciptakan ketika kita mengetahui kinerja otak telah siap untuk belajar dan beraktivitas. Cara supaya otak kita senantiasa siap untuk belajar adalah dengan banyak memberikan rangsangan. Rangsangan yang positif seperti banyak membaca, berdiskusi, dan berpikir akan mengarahkan otak tumbuh secara positif. Sebaliknya, otak akan tumbuh secara negatif bila tidak diberi rangsangan. Malas belajar, malas membaca, dan tidak pernah berdiskusi akan menyusutkan otak kita, serta merusak sel-sel otak.

Tempat yang nyaman untuk belajar juga akan membuat kita mudah memahami suatu materi. Kenyamanan fisik akan membuat kita menjadi rileks dan tenang selama belajar. Maka kita bisa menyusun ruang belajar sedemikian rupa sehingga membuat kita betah berada di dalamnya. Sesekali aturlah rak buku sesuai dengan yang kita inginkan, sehingga akan mudah ketika kita akan mencari sebuah buku.

Yang tak kalah penting adalah menentukan waktu belajar. Mengatur waktu tersendiri untuk belajar akan membuat kita nyaman untuk belajar. Waktu belajar tidak terganggu dengan kegiatan lain karena sudah disediakan waktu tersendiri. Beberapa orang pada generasi sahabat memilih waktu malam hari, di mana sebagian besar orang telah terlelap. Malam hari juga merupakan waktu yang tepat untuk belajar karena tidak ada kebisingan atau keributan. Selain itu badan lebih segar setelah sebelumnya telah tidur dan dilanjutkan sholat malam. Namun tidak menghalangi kemungkinan untuk sebagian orang lebih nyaman belajar di lain waktu. Misal selepas sholat shubuh, di mana udara masih bersih dan badan segar setelah mandi.

Menata Fisik
Jiwa yang kuat harus diikuti dengan fisik yang kuat. Fisik yang lemah hanya akan tertatih-tatih mengikuti keinginan jiwa yang kuat. Tidak sedikit diantara para sahabat generasi salaf yang jatuh sakit karena tubuh yang tidak kuat mengikuti hasrat sang jiwa untuk mendalami ilmu Allah. Rasulullah menyeru kepada kita untuk menjadi muslim yang kuat dan jauh dari kebermalasan.

Keadaan fisik juga akan mempengaruhi situasi akal dan jiwa kita. Jika fisik sehat dan bugar maka ia akan mempengaruhi pikiran menjadi lebih jernih dan tajam. Selain itu juga menata jiwa lebih rileks dan gembira. Apapun yang kita lakukan dengan pikiran jernih dan perasaan gembira akan terasa lebih ringan dan menyenangkan, termasuk belajar.

Supaya sehat, perlu kita memperhatikan beberapa hal. Yang pertama adalah asupan nutrisi yang kita makan. Sesuai dengan surat Al – A’raf ayat 31 yang menyatakan tidak boleh kita berlebih-lebihan dalam makanan. Rasa kekenyangan ternyata dapat merugikan diri kita sendiri. Akibatnya adalah menjadi malas dan mudah mengantuk. Makan kekenyangan dapat mengurangi suplai darah ke otak karena semua darah terkonsentrasi ke saluran pencernaan. Maka akan mengurangi konsenstrasi kita.

Selain itu asupan makanan juga perlu diperhatikan. Perbanyaklah makan sayur-sayuran serta buah-buahan karena zat-zat yang terkandung di dalamnya baik untuk perkembangan sel otak dan juga menyehatkan untuk tubuh, serta tidak mendatangkan penyakit. Perbanyak juga minum air putih. Tubuh kita sebagian besar tersusun atas cairan dan lebih baik menghindarkan diri dari dehidrasi.

Gerakan tubuh merupakan serangkaian koordinasi antara otak dengan tubuh. Setiap otot yang berkontraksi juga berhubungan dengan aktivitas otak. Melatih gerakan tubuh juga otomatis melatih otak. Jika otak terlatih dengan baik maka tidak menutup kemungkinan penyerapan ilmu menjadi lebih baik. Beberapa orang bahkan bisa berpikir lebih baik sambil melakukan gerakan yang sederhana seperti jalan santai.

Gerakan tubuh juga mempengaruhi kondisi mental seseorang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ketika malas melanda maka menggerakkan tubuh adalah pilihan yang terbaik. Memaksa tubuh untuk bergerak mampu menghilangkan rasa malas dengan seketika. Hal ini juga dijelaskan dalam surat At-Taubah ayat 41.

Jangan melupakan istirahat. Tubuh juga memiliki keterbatasan seperti halnya pikiran. Ketika muncul rasa lelah baik fisik maupun pikiran itu merupakan mekanisme tubuh untuk memberitahukan waktunya untuk istirahat. Pikiran yang penat menyebabkan konsentrasi seseorang berkurang. Selain itu juga dapat menyebabkan kelelahan jiwa. Oleh karena itu kita membutuhkan istirahat seperti yang tertera dalam surat An-Naba’ ayat 9.

Menata Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi pikiran kita. Lingkungan yang biasa saja, aman dan tentram tidak ada tantangan yang dapat dihadapi hanya akan melemahkan pikiran. Seseorang tidak menggunakan otaknya secara maksimal, akibatnya semua potensi dari dalam diri tidak muncul dan dimanfaatkan.

Cara terbaik untuk mengatasi hal ini adalah berusaha selalu hidup dalam kebaruan (novelty). Otak manusia cenderung akan selalu berkembang ketika menghadapi sesuatu yang baru. Lingkungan yang baru akan mendorong kita bagaimana untuk survive. Hasrat manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya yang baru memicu otak untuk berpikir.

Cara sederhana yang dapat dilakukan antara lain dengan bersilaturahmi dan juga travelling. Para alim ulama jaman terdahulu telah terbiasa mengembara mencari ilmu, selain itu mereka senantiasa bersilaturahmi. Selain merupakan kewajiban agama juga banyak manfaat yang didapat dari situ.

Hidup dalam kebaruan juga menyulut kuriositas atau rasa keingintahuan yang tinggi. Lingkungan yang baru berarti banyak hal yang baru yang dapat dipelajari. Ditambah suatu keyakinan bahwa seseorang mampu bertahan berjam-jam mempelajari sesuatu yang baru. Hal ini dapat kita lihat dari seorang bayi yang sedang mempelajari dunia barunya. Didorong oleh kuriositas maka banyak hal yang dapat kita pelajari di dunia ini.

Kesemua hal ini akhirnya menyebabkan otak kita untuk terus berpikir. Melatih otak yang paling efektif adalah dengan banyak berpikir. Aktivitas ini akan memperbanyak sinaps antar sel otak yang berakibat dapat melejitkan potensi otak. Tentu saja semua ini harus didasarkan pada keyakinan bahwa semua masalah akan ada jalan keluarnya. Dengan jalan pikiran seperti itu akan membuat kita semakin percaya diri mencoba berpikir tentang berbagai macam masalah.

Kegiatan seni juga ternyata diperlukan dalam proses belajar. Kegiatan seni melibatkan baik otak sebelah kanan maupun sebelah kiri. Potensi manusia akan semakin dahsyat ketika mampu menggabungkan kemampuan 2 belah otak. Akibatnya seseorang mampu berpikir lebih kreatif. Kita banyak mendengar kesenian sastra Arab pernah mencapai puncaknya. Arab jaman dahulu terkenal dengan syair dan juga karya prosanya.

Cerdas Dengan Menjadi Guru
Ada kalanya seseorang itu menjadi murid, ada kalanya pula seseorang itu menjadi guru. Termakhtub dalam surat Ali Imran ayat 39 tentang perintah mengajarkan kitab selain mempelajarinya pula. Seorang muslim harus terus-menerus mengajar, di satu sisi mereka juga harus terus-menerus mempelajari kitab suci. Di hamparan alam semesta yang luas ini diyakini masih banyak ilmu yang terkandung di dalamnya, menunggu untuk diteliti dan ditulis kemudian diajarkan kepada umat manusia.

Menjadi guru tidak harus menempuh sekolah keguruan. Tidak harus memiliki sertifikat sebagai pengajar dan juga tidak harus berada di sekolah. Guru yang diidam-idamkan Muslim pembelajar adalah guru yang inspiratif. Guru yang senantiasa membagi ilmunya karena dorongan iman. Karena kecintaannya kepada sesama.

Apakah dengan menjadi guru kita akan menjadi cerdas? Wallahu a’lam, namun itulah yang diperintahkan oleh Allah dan juga Rasulullah SAW. Bahkan dalam hadits sahih Rasulullah jelas-jelas mengecam para muslimin yang tidak mau mengajarkan ilmunya kepada orang lain.

Dengan mengajar dengan ikhlas, akan mendorong kita untuk tahu lebih banyak lagi. Berusaha memberi lebih banyak lagi kepada orang-orang yang berguru kepadanya. Karena dia sadar bahwa ilmu yang dimilikinya masih sangat terbatas. Ada motivasi tersendiri untuk belajar lebih giat ketika menjadi seorang guru. Bahkan menurut penelitian dengan mengajarkan ilmu kepada orang lain akan memberikan daya ingat sampai 95%. Mengajar juga akan mendorong kita menjadi lebih kreatif lagi.

Cerdas Dengan Berjamaah
Dalam kehidupan kita, Allah mengajarkan kepada kita untuk selalu berjamaah. Contoh yang paling nyata misalnya Allah mengutamakan ibadah shalat berjamaah di masjid, ketimbang shalat munfarid. Berjamaah menjadi keniscayaan. Banyak kisah kepahlawanan menceritakan bahwa mereka tidak sendirian dalam berjuang. Bersinergi menjadi kunci pembuka setiap kesuksesan kita.

Kesuksesan seseorang tidak sekedar didukung oleh satu potensi dalam dirinya. Namun ia merupakan sinergi dari seluruh potensi yang dimilikinya. Akan terjadi ledakan potensi yang dahsyat dalam diri seseorang ketika akal, emosi, fisik, dan spiritual bekerja bersama secara optimal. Itu adalah salah satu contoh sinergi yang dicontohkan alam kepada kita, untuk kita ambil ibrah darinya.

Ketika kita bergaul dengan sekumpulan orang-orang cerdas, maka ada satu hal yang kita sadari. Masing-masing dari kita memiliki keahlian dan juga kecerdasan yang berbeda-beda. Misal dalam suatu kelompok belajar, Anda memiliki keahlian di bidang matematika. Kemudian teman-teman Anda yang lainnya memiliki keahlian di bidang fisika, biologi, dan sejarah. Maka ketika Anda dapat bersinergi dengan teman-teman Anda, akan banyak hal yang bisa dipelajari di mana Anda tidak menguasainya.

Bersinergi dengan dengan cerdas dapat diciptakan dengan 4 langkah berikut. Yang pertama adalah berbagi visi dengan teman-teman Anda. Visi dapat menyatukan pandangan orang-orang yang berbeda-beda. Bisa dibilang visi dapat menciptakan ikatan antar anggota untuk bekerja bersama-sama.

Yang kedua adalah mengenali potensi masing-masing. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya jika masing-masing dari kita memiliki kemampuan dan keahlian yang berbeda-beda. Apabila perbedaan-perbedaan tersebut dapat bersinergi, maka akan menjadi kekuatan untuk beraktivitas.

Yang ketiga adalah menemukan ide-ide baru. Memperhatikan setiap kekuatan dan kelemahan masing-masing anggota kelompok akan memunculkan gagasan menarik. Kerja sama kreatif baru akan muncul pada saat kita bersinergi.

Terakhir adalah menjadikan interaksi Anda jauh lebih bermakna dan produktif dengan menemukan inspirasi baru. Gunakan imajinasi dan kemampuan diri Anda dan teman-teman untuk menemukan inspirasi baru dalam berkarya.

Cerdas Dengan Berkontribusi
Ternyata menjadi cerdas saja itu tidak cukup. Kecerdasan seorang Muslim harus memberikan manfaat kepada umat manusia. Untuk melakukan hal itu, maka seorang Muslim pembelajar perlu memiliki orientasi hidup yang kuat. Mereka yang tidak memiliki tujuan dan orientasi hidup hanya akan tenggelam di dunianya sendiri tanpa memberikan manfaat apapun kepada umat manusia.

Kita banyak mendengar cendekiawan-cendekiawan Muslim yang tidak saja cerdas, namun dapat membuat suatu pergerakan untuk memberikan manfaat. Contohlah beliau Hasan al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin. Mereka yang tidak hanya cerdas namun memiliki orientasi hidup yang kuat adalah orang-orang yang memiliki karakter. Mereka memiliki pijakan keyakinan yang kokoh, idealisme yang tinggi, daya tahan yang kuat, motivasi yang menyala-nyala, gagasan yang cemerlang, analisis yang tajam, jiwa yang jernih, dan prinsip yang teguh.

Cerdas saja tanpa memiliki karakter yang kuat akan sulit untuk memimpin. Begitu pula dengan sebaliknya. Berkarakter tetapi tidak cerdas akan sulit untuk mempengaruhi dan mengarahkan pada perubahan.

Muslim pembelajar adalah orang yang memiliki kesadaran akan makna kediriannya, peran dan fungsinya, serta kenyataan sosial yang mengelilinginya. Mereka terus berproses untuk menjadi lebih baik. Mereka bukan orang yang tersekat dari masyarakatnya. Maka seorang Muslim harus memiliki 2 kesadaran, yang pertama kesadaran akan kediriannya sebagai hamba Allah, dan kedua, kesadaran akan kediriannya sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi dengan peran dan fungsi sebagai pemakmur, bukan perusak.

Dengan memberikan perhatian kepada masyarakat akan mendorong para pembelajar untuk memberikan kontribusi positif. Timbul obsesi untuk terus berkarya memberikan manfaat kepada masyarakat sebagai tanggung jawabnya memiliki ilmu yang tinggi. Kaidah tersebut dapat ditemukan di dalam surat Shad ayat 45-47 yang berbunyi “Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.”

Proses belajar yang kita lakukan tidak semata-mata hanya mengharap nilai yang baik dan mendapatkan ijazah semata. Proses itu harus berlanjut sampai pada pembentukan pribadi yang unggul dan prestatif. Pribadi yang memiliki orientasi hidup yang kuat dan obsesi kesempurnaan. Sungguh hanya kebaikan yang diharapkan atas semua ikhtiar kita. Semoga proses pembelajaran yang kita lakukan sanggup membentuk pola pikir dan pola sikap yang lebih baik. Seperti yang dikatakan Muadz Ibn Jabal ra., “Tuntutlah ilmu pengetahuan karena dengan ilmu akan menimbulkan rasa takut kepada Allah. Mempelajari ilmu pengetahuan termasuk ibadah, menelaahnya dianggap membaca tasbih, meneliti itu setara jihad, mengajarkan kepada orang lain dihitung sebagai sedekah, dan mendiskusikannya dengan para pakar dianggap sebagai suatu bentuk kedekatannya dengan-Nya.”

Wallahu a’lam.

“Sebuah persembahan untuk mereka yang mencintai ilmu dan menghargai ilham”

1 comments:

Unknown said...

Bener juga gan...mencari ilmu,lalu menjadi peneliti terus mengamalkannya demi kemaslatan umat tentunya setara dengan berjihad. Dibandingkan dengan berjihad jiwa yang sangat merugikan umat muslim, seperti yang terjadi di Thamrin kemarin. Alangkah lebih gampang untuk berjihad dengan menjadi dokter yang hebat atau menemukan obat yang manjur dan peneliti yang lainnya...daripada mati konyol yang katanya berjihad...tapi atau memang mereka itu merasa mati secara demikian lebih gampang daripada belajar seperti agan ini...he...he...aneh juga yahhh gan...kayak orang yang bunuh diri karena putus pacar atau b anyak hutang...

Post a Comment