Pasien di Indonesia kurang patuh minum obat

Begitulah kira-kira inti dari berita yang saya baca di salah satu media massa online di Indonesia. Lebih jelasnya ini merupakan salah satu cerminan buruk masyarakat Indonesia tentang kepatuhan dalam konsumsi obat.

Centralised Pan-Asian Survey on The Under-treatment of Hypercholesterolemia (CEPHEUS) yang telah melakukan penelitian pada pasien hypercholesterolemia di 8 negara di kawasan Asia Pasifik, setahun yang lalu. Penelitian dilakukan dengan melihat tingkat penurunan kadar kolesterol pasien hypercholesterolemia selama masa pengobatan dan melihat tingkat penurunan kadar kolesterolnya. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa Indonesia hanya mampu mencapai target 31,3 persen penurunan kolesterol. Sedangkan sisanya gagal mencapai target.

Itu hanyalah segelintir cerminan kurang patuhnya masyarakat kita terhadap aturan minum obat yang disiplin dan harus tepat waktu. Masih banyak kasus yang dialami dokter-dokter kita, bahkan saking seringnya sehingga dianggap biasa. Penyebab pasien yang selalu datang kembali dengan keluhan yang sama diantaranya adalah kurang patuhnya minum obat secara teratur.

Pertanyaannya adalah mengapa hal ini bisa terjadi pada masyarakat kita? Menurut dr. Basuki Permana dalam tulisan di blognya, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam meminum obat. Yang pertama adalah faktor dari pasien itu sendiri. Tidak jarang ditemukan bahwa pasien hanya membeli obat hanya setengah resep. Artinya obat tidak dibeli sesuai dengan takaran dalam resep obat. Ada berbagai hal yang mempengaruhi hal ini, bisa karena masalah biaya obat yang terlalu mahal, atau pasien yang terlalu apatis dan tidak percaya terhadap obat yang telah diberikan. Pada kasus tertentu pasien meminum obat tidak sampai habis karena keluhan yang diderita sudah hilang. Padahal obat yang diresepkan harus diminum sampai habis karena faktor interaksi obat, yang tentu saja sudah diperhitungkan oleh sang dokter.

Kedua adalah faktor penyakit yang diderita. Pada kasus penyakit stadium dini akan mudah disembuhkan karena jangka waktu pengobatan yang relatif pendek. Sedangkan pada kasus penyakit stadium lanjut atau menahun seperti penyakit TBC yang masa pengobatannya lama dan perlu dikontrol sampai sembuh. Pada hal ini justru pasien sering tidak meminum obatnya sampai habis, entah karena lupa atau merasa keluhannya sudah teratasi.

Yang ketiga adalah faktor dari keluarga pasien itu sendiri. Seringkali dokter mengingatkan keluarga pasien untuk selalu mematuhi aturan pengobatan. Karena yang dapat mengawasi pasien tersebut adalah keluarga mereka.


Pengawas Minum Obat
Untuk meningkatkan kesembuhan pasien TBC, WHO merekomendasikan strategi Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yang sudah dicanangkan sejak tahun 1995. Strategi ini dilakukan dengan pendelegasian tenaga kesehatan untuk mengawasi pasien dalam masa pengobatan atau biasa disebut Pengawas Minum Obat. Nantinya PMO ini yang akan selalu mengawasi dan mengingatkan pasien untuk minum obat, kapan obatnya habis dan kapan harus mengambil obat lagi di puskesmas.

Agar tercapainya sasaran pengobatan, maka seseorang yang akan menjadi PMO diusahakan adalah orang yang dekat dengan pasien dan paham tentang penyakit TBC serta penanggulangannya. Sehingga tidak jarang PMO bukan saja petugas kesehatan setempat atau tokoh masyarakat melainkan anggota keluarga sendiri.

Namun masih saja ada berbagai kekurangan dari sistem ini. Entah dikarenakan pasiennya yang "ngeyel" atau petugas PMO yang lalai sehingga pasien drop out. Dalam usaha mencapai kesembuhan pasien TBC, harus ada saling pengertian antara petugas PMO dan pasien, dan itu melibatkan emosi pribadi.

Sistem Pengingat Minum Obat
Belakangan ini berbagai inovasi teknologi di bidang kesehatan sudah sedemikian pesat. Mulai dari program rekam medis elektronik sampai hal yang sederhana seperti sistem untuk mengingatkan minum obat. Dengan sistem yang sudah terotomatisasi maka dengan otomatis sistem akan mengirimkan sinyal pengingat baik lewat telepon maupun Short Message Service (SMS).

Salah satunya adalah inovasi dari Tim Pedjuang UI berupa sistem pengingat minum obat berbasis SMS. Sistem ini diberi nama LaTansa (Bahasa Arab: jangan lupa). Tim ini yang kemarin telah berhasil mencapai posisi 5 besar dalam kompetisi kereativitas mahasiswa dunia Imagine Cup. Sistem ini masih dikhususkan untuk mengingatkan pasien TBC yang harus meminum obatnya secara terus-menerus selama 6 bulan tanpa terputus. Selain memudahkan dalam mengingat juga dapat menggantikan posisi PMO karena semua sudah terotomatisasi.

Sistem pengingat ini juga dapat diterapkan pada kasus lain di mana pasien harus terus dilakukan pengingatan dan follow up. Misalnya adalah kasus Diabetes Mellitus di mana pasien harus terus diingatkan untuk menjaga pola makan dan juga memperbaiki gaya hidupnya. Pasien Diabetes Mellitus memiliki prevalensi yang tinggi mengalami komplikasi. Namun komplikasi-komplikasi ini hanya dapat dihindari dengan mengubah gaya hidup. Namanya juga manusia, kadang lupa bahkan malas untuk melakukan perubahan gaya hidup, maka sistem ini dapat melakukan sebagian tugas untuk mengingatkan.

Masih terbuka banyak peluang untuk memanfaatkan sistem pengingat minum obat ini pada berbagai kasus lain. Karena kepatuhan pasien meminun obatnya secara teratur merupakan salah satu bagian terpenting untuk mencapai kesembuhan. Obat yang tidak diminum teratur sampai tuntas hanya akan merugikan pasien karena interaksi obat. Interaksi obat ini yang kadang menyebabkan tubuh menjadi resisten terhadap obat tersebut.

Jadi, kalau mau sembuh cepat, tentu harus minum obatnya secara teratur. Maukah Anda diingatkan terus-menerus lewat SMS, bahkan sampai "judeg"?

1 comments:

surya maulana said...

so sweat

Post a Comment