Beberapa media sekarang masih banyak memberangus para pecandu narkoba n para bandarnya. Kayaknya sih itu berita lama buat aku, lha wong di tempat kuliah saya jarang membicarakan hal itu karena rasanya sudah terlalu sering n basi. Di zaman teknologi informasi seperti sekarang ini, di mana segala macam informasi dapat dengan mudah diakses oleh siapapun (bahkan hacker pun bisa mengakses lebih luas lagi). Banyak situs jejaring sosial seperti friendster, facebook, plurk, twitter, bahkan blog di mana seorang yang biasa saja, bahkan yang bersangkutan menderita depersonalisasi sosial, atau lebih akrab dengan orang yang pemalu dan sulit mendapatkan teman bisa menjadi orang yang menyenangkan dan terlihat berbeda lewat beberapa media ini. Terlebih facebook yang sekarang banyak digandrungi oleh yang muda maupun yang muda.
Tapi aku tidak terlalu menyorotkan pada manfaat daripada media ini (manfaatnya banyak kalau aku bilang) namun lebih kepada efek daripada media-media ini. Sekarang banyak para karyawan-karyawati, mahasiswa-mahasiswi, siswa-siswi yang udah bawa Blackberry (Black=hitam, Berry=buah berry, biasanya buat jus--so mereka pada bawa jus berry hitam ke kantor, kampus, or skul...YA NGGAK LAAAHHH) yaitu salah satu alat komunikasi (ceile, udah mirip Roy Suryo belom?) yang memudahkan penggunanya mengakses dunia internet di mana saja, kapan saja, tergantung ada sinyal apa nggak (kalo kalian ada di remote area ya bakalan susah laaahhh--mangnya ponsel satelit). Nah, biasanya para pengguna alat tersebut adalah para eksekutif, wartawan, bahkan presiden (remember my old brother Barrack H. Obama :p--dia juga punya cuy) yang memang berguna untuk sarana komunikasi mereka yang emang super sibuk kayak ngurusin negara. Tapi mereka-mereka kayak yang aku sebutin di atas, mahal-mahal beli Blackberry cuma buat facebuk-an (bahasanya aneh yak,,,inilah cara jogja *sip*). ya, menurutku sih membeli barang semacam itu hanya untuk memenuhi hasrat adiksi yang kurang bermanfaat, buat apaan. Belum lagi mereka memikirkan banyak pemuda yang sebaya belum sempat mengenyam pendidikan yang layak seperti mereka, belum sempat mendapatkan pekerjaan yang enak seperti mereka.
Aku pernah denger kalau beberapa pemimpin perusahaan merasakan dampak yang cukup menyakitkan karena beberapa karyawan mereka banyak menggunakan fasilitas di kantor untuk mengakses media-media itu. Fasilitas di kampus atau sekolah yang memang ditujukan untuk pembelajaran malah digunakan untuk mengakses media itu, yang menyebabkan dana internet menjadi membengkak dan kurang berguna untuk mereka. Inilah bentuk adiksi yang saya maksud, media yang kurang bermanfaat untuk kehidupan malah menjadi candu yang menyebabkan terbuangnya dana sia-sia.
Memang sih, kita harus melek sama teknologi, mengakses internet juga kita perlu, karena di sana banyak ilmu-ilmu yang gratis bisa diakses kapan saja dan hanya membayar saran internetnya saja. Tetapi ketika itu semua menjadi candu untuk mengakses sesuatu yang bukan merupakan tujuan utama dari internet itu sendiri, maka internet seakan-akan menjadi pisau yang bermata dua. Ada baiknya kita mulai sekarang berusaha mengelola hasrat sehingga tidak menjadi adiksi. Karena adiksi itu, apapun bentuknya tetap saja membahayakan.
Labels:
Perspektif
Subscribe to:
Post Comments (Atom)