Kita pasti udah banyak nonton iklan dari Depkdiknas tentang sekolah gratis. Di sana digunakan beberapa model untuk menyemangati anak-anak agar mau sekolah dan juga supaya orang tua tidak takut lagi untuk menyekolahkan anaknya. Daripada dibiarin keluyuran di jalanan kan?

Beberapa diantaranya digambarkan ada sopir angkot yang mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan dan di sana ada aktris Cut Mini yang kayaknya di sana menggambarkan sosok pahlawan pendidikan yaitu Bu Muslimah. Di sana dibilang bahwa dengan bersekolah biar anak sopir angkot pun bisa jadi pilot dan juga anak peloper koran bisa jadi wartawan.

Menurut aku yang lumayan sering memperhatikan media-media komunikasi, cara ini cukup bagus untuk mensosialisasikan program pemerintah, apalagi siaran televisi sudah lumayan menjangkau daerah pedesaan. Lagipula jika sasarannya adalah anak-anak jalanan yang berada di ibukota, cara ini jauh lebih efektif.

Hanya saja yang namanya niat baik pun masih saja ada yang berusaha mengkritisi cara pensosialisasian program ini. Yah namanya juga negara demokratis, semua berhak berpendapat. Beberapa yang aku dengar tentang cara sosialisasi ini adalah mereka tidak setuju penggunaan bahasa melayu yang digunakan Bu Mus di iklan ini. Beberapa di antara mereka menyebutkan bahwa bahasa Melayu itu masih lebih identik dengan Malaysia. Kayaknya sih mereka ini masih benar-benar "benci" sama Malaysia karena beberapa tindakan mereka yang sukses membuat gerah negara kita. Menurut mereka kenapa sih harus menggunakan Bu Mus? Apa karena Bu Mus itu berhasil difilmkan dengan sukses dalam Laskar Pelangi? Padahal masih banyak ikon-ikon pendidikan lainnya.

Memang sih seharusnya Depdiknas masih punya banyak pilihan untuk menggunakan karakter dalam iklannya. Dan kebetulan banget mereka memilih karakter Bu Muslimah ini. Tapi aku pikir nggak salah kalo Depdiknas lebih memilih karakter ini karena masih banyak rakyat kita yang mengenalnya dari filmnya yang meledak tahun lalu. Dan juga bukan salah Depdiknas pula kalo kita mengganggap bahasa yang digunakan adalah bahasa Malysia yang memang mirip dengan bahasa Melayu Riau. Apakah teman saya yang berasal dari Riau yang sering menggunakan bahasa daerahnya lantas saya anggap sebagai orang Malaysia? Tentu tidak bisa bukan?

Sadarilah bahwa bahasa Melayu itu merupakan keberagaman bahasa di negara kita. Propinsi Riau dan Belitong pun merupakan daerah yang cukup banyak menyumbang untuk APBN. Setidaknya sedikit hargailah mereka walaupun dengan bahasanya.

1 comments:

aldis syarifa said...

Karna orang Indonesia masih pada "panas" sama masalah dengan Malaysia, kayaknya emang kurang pas aja karakter Bu Mus ini ke-"Melayu-melayu-an"

Post a Comment